Tuesday, March 5, 2013

makalah syirkah


USAHA BERSAMA (SYIRKAH)
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
FIQIH MUAMALAH MUNAKAHAH


IAIN


Dosen Pembimbing
Bpk. Fahrur Rozi

Disusun oleh
Fajrul Islam                                         B01211039


JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Seiring dengan perkembangan peradaban manusia yang ditandai dengan berkembangannya sains dan teknologi, perkembangan kegiatan ekonomi dengan beragam bentuk dan macamnya turut mewarnai perkembangan dunia bisnis. Bentuk-bentuk transaksi bisnis dan kegiatan ekonomi berkembang cepat seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Transaksi bisnis kontemporer yang berkembang tidak hanya dilakukan oleh perorangan, namun juga oleh berbagai kelompok usaha yang bergabung dalam badan hukum usaha (syirkah) tertentu,  seperti Perseroan Terbatas, CV, Firma, Koperasi dan sebagainya. Berbagai badan hukum inilah yang mewarnai ragam perusahaan yang ada sekarang.
Melihat begitu beragamnya transaksi bisnis serta organisasi atau kelompok usaha yang mengelola transaksi bisnis tersebut, maka adalah suatu keharusan bagi kaum Muslimin untuk mengkaji bagaimana bentuk transaksi bisnis dan badan hukum menurut sisi Syari'at Islam ?  Hal ini penting mengingat aktivitas seorang Muslim harus selalu terikat dengan aturan Allah SWT sebagai wujud bukti keimanannya dan dalam rangka menyiapkan kehidupannya di akhirat. Pengkajian ini juga penting untuk melihat sejauh mana peranan Syariat Islam dalam menjawab perkembangan zaman khususnya perkembangan transaksi bisnis.
Dalam dunia bisnis, jika seseorang memiliki modal dan  kemampuan usaha maka orang tersebut kemungkinan besar akan mengembangkan uangnya sendiri. Namun bila tidak, maka ia bisa bekerja sama dengan orang lain yang mampu berusaha. Dan jika modalnya kurang, ia bisa bekerjasama dengan orang lain lagi untuk menambah modal. Sementara orang yang punya keahlian atau kemampuan serta kesempatan untuk berusaha, tapi tidak memiliki dana; atau kemampuan yang dimilikinya masih kurang, maka ia bisa bekerjasama dengan orang lain yang memiliki dana atau keahlian. Inilah kerjasama (syirkah), baik menyangkut keahlian maupun dana, dalam berusaha meraih atau mengembangkan harta.[1] Bentuk-bentuk kerjasama dan tata caranya, diatur dalam bab syirkah (Usaha bersama).

B.     Rumusan masalah
Pada makalah ini, akan  kami coba sajikan secara umum bagaimana bentuk-bentuk perseroan (syirkah) menurut Islam. Hal ini penting agar kita dapat menilai bagaimana kedudukan badan hukum usaha (perseroan) yang ada selama ini. Apakah sesuai dengan prinsip-prinsip perseroan di dalam Islam atau tidak ? Jika telah sesuai maka tentunya kita dapat memanfaatkannya dalam kegiatan bisnis. Jika tidak sesuai, apa yang harus kita lakukan ? Apakah kita menghindarinya ? atau kita lakukan perubahan agar sesuai dengan prinsip-prinsip perseroan dalam Islam?

C.    Tujuan
Berdasarkan alasan di atas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai kaum muslim untuk selalu mengkaji dan mengetahui hukum-hukum suatu perkara dalam sudut pandang islam. Termasuk dalam hal “Usaha Bersama (syirkah)”, agar kita dapat mengetahui secara jelas hukum dari permasalahan ini.
Pengkajian ini juga penting untuk melihat sejauh mana peranan Syariat Islam dalam menjawab perkembangan zaman khususnya perkembangan transaksi bisnis.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Defenisi dan Dasar Hukum Usaha Bersama (Syirkah) dalam Islam
Syirkah dari segi bahasa adalah ( al ikhtilath) yaitu penggabungan dua harta atau lebih menjadi satu bagian utuh. Sedang menurut Istilah syari’, makna syirkah  adalah hak kepemilikan suatu hal (yaitu kerjasama dalam usaha atau sekedar kepemilikan suatu benda) oleh dua orang atau lebih sesuai prosentase tertentu.[2]
Hukum melakukan syirkah adalah mubah, dengan dalil dari Alquran dan As sunnah serta Ijma’
Dasar dari Alqur’an adalah Firman Allah Ta’ala : {فهم شركاء في الثلث} [النساء:12/4] “maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu”. Dalam ayat tersebut Allah taala menerangkan bahwa saudara seibu jika lebih dari satu maka mereka bersekutu dalam kepemilikan sepertiga harta warisan (pen-dengan syarat syarat yang telah ditentukan).[3]
Adapaun dasar dari Sunnah Dalam syirkah ada  keberkahan dari Allah Ta’ala dalam bentuk perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan usaha selama tidak terjadi penghianatan.
ففي الحديث القدسي فيما يروى عن أبي هريرة رفعه إلى النبي صلّى الله عليه وسلم قال: إن الله عز وجل يقول: «أنا ثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإذا خانه خرجت من بينهما» رواه أبو داود
Dalam hadit qudsi , sebagaimana yang diriwayatkan oleh abu huroiroh dari Rasulullah Shalallhu alaihi wasalam bersabda: sesungguhnya Allah azza wajala berkata : "Aku adalah pihak ketiga (Yang Maha Melindungi) bagi dua orang yang melakukan syirkah, selama salah seorang diantara mereka tidak berkhianat kepada peseronya. Apabila diantara mereka ada yang berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka (tidak melindungi)”.
Syirkah bisa dilakukan sesama muslim, dan juga bersama orang kafir.
عن عبد الله بن عمر أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عامل أهل خيبر بشطر ما خرج منها من زرع   رواه مسلم و أبو داود.أو ثمر
"Rasulullah telah mempekerjakan penduduk Khaibar (orang-orangYahudi) dengan mendapat bagian dari hasil panen tanaman dan buah.".
Dalil ketiga adalah ijma’ yakni ulama’ kaum muslimin telah bersepakat tentang diperbolehkannya syrirkah (perseroan), namun mereka berikhtilaf dalam beberapa macam jenis syirkah.

B.     Rukun dan Syarat Syirkah
RUKUN Syirkah adalah sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung.[4] Rukun syirkah yang pokok ada 3 (tiga) yaitu:
1.      Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat;
2.      Dua pihak yang berakad (‘âqidâni), syaratnya harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta);
3.      Obyek akad (mahal), disebut juga ma’qûd ‘alayhi, yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal (mâl).
Menurut ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah terima. Sedangkan orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun, tapi syarat. Dan menurut jumhur ulama, rukun syirkah meliputi shighat (lafaz) ijab dan qabul, kedua orang yang berakad, dan obyek akad.
SYARAT Syirkah merupakan perkara penting yang harus ada sebelum dilaksanakan syirkah.[5] Jika syarat tidak terwujud, maka akad syirkah itu batal.
Adapun syarat sah akad ada 2 (dua) yaitu:
1.      Obyek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad, misalnya akad jual-beli;
2.      Obyek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di antara para syarîk (mitra usaha).

C.    Macam-Macam Syirkah
Syirkah al-amlak (perserikatan dalam pemilikan)
Syirkah al-‘uqud (perserikatan berdasarkan suatu akad)
1.      SYIRKAH AL-AMLAK
Menurut Sayyid Sabiq, syirkah al-amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa didahului aqad, baik bersifat ikhtiari atau jabari. Syirkah al-amlak terbagi dua :
a.       Ikhtiari (perserikatan yang dilandasi pilihan orang yang berserikat), yaitu perserikatan yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang, atau mereka menerima harta hibah secara berserikat. Maka barang atau harta tersebut menjadi harta serikat bagi mereka berdua.
b.      Jabari (perserikatan yang muncul secara paksa, bukan atas keinginan orang yang berserikat), seperti harta warisan, menjadi milik bersama orang-orang yang berhak menerima warisan.
Status harta dalam syirkah al-amlak adalah sesuai hak masing-masing, bersifat mandiri secara hukum. Jika masing-masing ingin bertindak hukum terhadap harta serikat itu, harus ada izin dari mitranya. Hukum yang terkait dengan syirkah al-amlak dibahas secara luas dalam bab wasiat, waris, hibah dan wakaf.

2.      SYIRKAH AL-‘UQUD
Akad yang disepakati dua orang atau lebih untuk mengikatkan diri dalam perserikatan modal dan keuntungannya. Syirkah al-‘uqud terbagi lima:
a.       Syirkah al-‘inan (شركة العنان), yaitu perserikatan dalam modal (harta) antara dua orang atau lebih, yang tidak harus sama jumlahnya. Keuntungan dan kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang telah disepakati. Sedangkan kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang berserikat sesuai dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para ulama sepakat, hukumnya boleh.
b.      Syirkah Abdan/A’mal, perserikatan yang dilakukan oleh dua pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi antara dua orang arsitek atau tukang kayu dan pandai besi untuk menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan yang diterima dibagi bersama sesuai kesepakatan. Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa kerja yang dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing. Menurut ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan seperti ini hukumnya tidak sah, karena yang menjadi obyek perserikatan adalah harta/modal, bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur, sehingga dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada perselisihan.
c.       Syirkah al-Mudharabah, persetujuan antara pemilik modal dengan pengelola untuk mengelola uang dalam bentuk usaha tertentu, keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan bersama, sedangkan kerugian menjadi tanggungan pemilik modal saja.
d.      Syirkah Wujuh, serikat yang dilakukan dua orang atau lebih yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai; sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip seperti kerja makelar barang, bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena masing-masing pihak bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun terikat pada transaksi yang dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak dibolehkan, karena modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas.
e.       Syirkah Mufawadhah, perserikatan dua orang atau lebih pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya, serta melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama pula. Jika mendapat keuntungan dibagi rata, dan jika berbeda tidak sah. Masing-masing pihak hanya boleh melakukan transaksi jika mendapat persetujuan dari pihak lain (sebagai wakilnya), jika tidak, maka transaksi itu tidak sah. Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan seperti ini dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menyatakan tidak boleh, karena sulit untuk menentukan prinsip kesamaan modal, kerja dan keuntungan dalam perserikatan itu, disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa dijadikan dasar hukum. Tetapi mereka membolehkan Mufawadhah seperti pandangan Malikiyah, yaitu boleh mufawadhah jika masing-masing pihak yang berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap modal kerja, tanpa minta izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya.

D.    Hikmah Syirkah
Syirkah mengandung hikmah yang sangat besar, baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat luas, diantaranya sebagai berikut :[6]
1.      Terkumpulnya modal dengan jumlah yang sangat besar, sehingga dapat digunakan untuk mengadakan pekerjaan-pekerjaan besar pula.
2.      Dapat memperlancar laju perkembangan ekonomi makro.
3.      Terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih luas dan mandiri.
4.      Terjalinnya rasa persaudaraan di antara sesama pemegang modal dan mitra kerja yang lain.
5.      Pemikiran untuk memajukan perusahaan menjadi lebih banyak karena berasal dari banyak orang.



















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manusia tidak dapat hidup sendirian, pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan. Ajaran Islam mengajarkan agar kita menjalin kerjasama dengan siapapun terutama dalam bidang ekonomi dengan prinsip saling tolong-menolong dan saling menguntungkan (mutualisme), tidak menipu dan tidak merugikan. Tanpa kerjasama maka kita sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Syirkah pada hakikatnya adalah sebuah kerjasama saling menguntungkan dalam mengembangkan potensi yang dimiliki baik berupa harta atau pekerjaan. Oleh karena itu Islam menganjurkan umatnya untuk bekerja sama sesuai prinsip di atas.
Hukum syirkah sendiri adalah boleh (mubah/halal) sebagaimana kebolehan kita makan, minum dan lain-lain sejauh tidak ada hal yang melarangnya (mengharamkannya di dalam Qur’an maupun Sunnah).
















DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’an surat An nisa’
Anonim, Belajar Efektif Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah, Intimedia
Anonim, LKS Fiqih untuk Madrasah Aliyah


[1] Anonim, Belajar Efektif Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah, Intimedia
[2] Anonim, LKS Fiqih untuk Madrasah Aliyah
[3] Al-qur’an Surat An nisa’ : 12
[4] Anonim, LKS Fiqih untuk Madrasah Aliyah
[5] Anonim, Belajar Efektif Fiqih Kelas X Madrasah Aliyah, Intimedia

No comments:

Post a Comment