Thursday, October 18, 2012

Makalah pemikiran psikologi islam


MAKALAH
PEMIKIRAN PSIKOLOGI ISLAM
Oleh : Fajrul Islam




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Dewasa ini, kiblat ilmu dan teknologi adalah Barat. Agar umat Islam menjadi umat yang maju dan kompetitif, maka umat Islam harus menuntut, menyerap, mempelajari, dan menguasai ilmu dan teknologi tersebut kepada bangsa Barat.
Psikologi adalah salah satu disiplin ilmu yang dewasa ini sedang berkembang pesat di dunia Barat. Psikologi telah memperlihatkan berbagai sumbangannya dalam membantu manusia untuk memecahkan berbagai problema dan menyimak misteri hidup dan kehidupannya.
Melihat sumbangan psikologi yang demikian besar, maka psikologi adalah disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh umat Islam. Tetapi sebagai ilmu yang dibangun dan dikembangkan dalam budaya Barat yang sebagian berbeda dengan budaya Islam, maka sangat mungkin kerangka pikir (mode of thought) psikologi dipenuhi oleh pandangan-pandangan atau nilai-nilai hidup masyarakat Barat yang sebagian besar berbeda, dan mungkin sangat bertentangan, dengan pandangan atau nilai-nilai Islam.

B.     Rumusan masalah
Makalah ini membahas tentang :
1.      Pemikiran psikologi dalam perkembangan pemikiran Islam dengan memfokuskan pembahasan pada latar belakang kemunculan pemikiran psikologi dalam khazanah pemikiran Islam.
2.      Perkembangan diskursus paradigma psikologi dalam Islam guna memberikan gambaran pada pembaca tentang apa yang berlangsung saat ini dalam pemikiran Islam dalam bidang psikologi ini.
3.      implikasi pemikiran psikologi dalam dunia Islam untuk memberikan gambaran terkini pada pemikiran psikologi dalam dunia Islam.

C.     Tujuan
Makalah ini diharapkan dapat menjadi rujukan ringan dalam menyemai, memupuk, menumbuhkan dan memetik hasil kerja dalam bidang psikologi Islam yang dinanti-nantikan produksinya bukan saja oleh kalangan Muslim, namun oleh semua manusia yang ingin jati diri kemanusiaanya sempurna pertumbuhan dan perkembangannya.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Kemunculan Pemikiran Psikologi Dalam Islam
Menapak-tilasi latar belakang kajian psikologi dalam Islam dilakukan pertama sekali dengan menelusuri ayat-ayat Alqur’an dan Hadis yang memotivasi manusia untuk mengkaji dirinya sendiri yang antara lain adalah:
وَفِي الْأَرْضِ آيَاتٌ لِّلْمُوقِنِينَ ﴿٢٠﴾ وَفِي أَنفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ ﴿٢١﴾
Artinya :
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin 8 Dan (juga) pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan? (QS. 51/Al-Dzariat: 20-21)

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. 41/Fuşilat: 53)

Termasuk dalam hal ini mengkaji sisi psikologis manusia.

إِنَّ الْإِنسَانَ خُلِقَ هَلُوعاً ﴿١٩﴾ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعاً ﴿٢٠﴾ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعاً ﴿٢١﴾
Artinya:
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir 8 Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah 8 dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. (QS. 70/Al-Ma’ârij: 19-21)

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا ﴿٧﴾ فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا ﴿٨﴾ قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا ﴿٩﴾ وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا ﴿١٠﴾
Artinya:
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya) 8 Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya 8 Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu 8 Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. 91/Al-Syams: 7-10)
Demikian juga hadis-hadis Rasulullah saw. banyak bermuatan tentang kejiwaan manusia yang antara lain adalah:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ قَالَ وَأَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ التَّيْمِىُّ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْهَرَمِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ ».
Artinya:
Memberitakan kepada kami Yahyâ ibn Ayyûb dari ibn ‘Ulaiyah ia berkata memberitakan kepada kami Sulaimân al-Taimiy dari Anas ibn Mâlik ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Ya Allah! Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, kemalasan, sifat pengecut, menyia-nyiakan usia dan dari sifat kikir. Aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur dan dari fitnah kehidupan serta kematian.
Dengan demikian jelas bahwa sumber utama ajaran Islam yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan eksistensi manusia secara fisikal, psikologikal, spiritual, dan sosial turut berperan dalam memicu lahirnya kajian psikologi dalam Islam.
Kedua, dilatarbelakangi oleh kajian tentang akhlak dan tasawuf dan berbagai kajian yang berkaitan dengan upaya membangun kesehatan mental manusia, membuat para ilmuwan Islam klasik melakukan kajian mendalam tentang jiwa dengan fokus antara lain pada nafs, qalb, h, dan ‘aql. Kajian ini juga menyertakan para filusuf Muslim yang membahas h dan nafs dengan mengadopsi kajian roh dari filsafat Yunani. Selama lebih kurang tujuh abad psikologi dibahas dalam kajian filsafat dan tasawuf.[1]
Hasilnya adalah, pada masa keemasan Islam, psikologi ditekuni dan dikembangkan oleh dua kalangan: filusuf dan sufi, yang melahirkan psikologi-falsafi dan psikolog-sufistik. Mereka telah melahirkan konsep tentang jiwa secara menyeluruh dengan melakukan kajian terhadap nas-nas naqliyah dan melakukannya dengan metode empiris (perenungan, observasi dan praktek) secara sistematis, spekulatif, universal, dan radikal.[2]

B.     Paradigma Psikologi Dalam Perspektif Islam
Paradigma adalah “suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalannya.”[3]  Dengan demikian paradigma psikologi secara umum adalah prilaku manusia dan faktor-faktor yang memicu prilaku tersebut.
Di dalam Islam, manusia diciptakan dengan fungsi yang tidak hanya terbatas untuk menata kehidupan manusia, ia juga memiliki fungsi sebagai hamba Allah dan juga khalifah Allah. Sebagaimana terdapat dalam Firman Allah berikut ini:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS. 51/al-Dzariyat: 56)
Sebagai hamba manusia harus menjalin hubungan dengan Allah dan menujukan semua aktifitas jasmani dan rohaninya hanya pada Allah. Selain itu, Sebagai khalifah di bumi manusia harus menata kehidupannya dengan sesama manusia dan semua makhluk Allah yang lain termasuk alam raya. Kedua fungsi tersebut harus dilakukan sesuai dengan hukum-hukum Allah yang telah Ia tetapkan dalam alam dunia ini. Oleh sebab itu mengkaji hukum-hukum Allah tersebut merupakan kemutlakan jika manusia ingin berhasil menata kehidupannya dan kehidupan alam semesta.
Dengan demikian yang menjadi pokok persoalan psikologi dalam padangan Islam adalah keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam raya.
Paradigma psikologi dalam perspektif Islam tidak dapat dipisahkan dari cara manusia mengkaji psikologi itu sendiri. Dari perspektif Islam, manusia dianugerahi tiga alat dalam mencari ilmu pengetahuan: panca indera, akal (‘aql, lub), dan hati (qalb, fu’ad).[4]

C.     Implikasi Pemikiran Psikologi Dalam Dunia Islam
Dalam bidang psikologi tentu saja islamisasi tidak terelakkan, sebab konsep psikologi yang saat ini ada gagal membicarakan manusia secara totalitas. Kegagalan ini berupa pengkajian terfokus pada manifestasi gejala jiwa (tingkah laku) dan bukan jiwa itu sendiri, penafian unsur-unsur spiritual manusia, dan dibangun atas dasar penafsiran fakta ilmiah sedangkan fakta ilmiah tidak selalu sesuai dengan teori dan selalu dipengaruhi bias kepribadian dan budaya pembangunnya. Para ahli psikologi Muslim dan para pencinta psikologi Islam akhirnya aktif memunculkan Psikologi Islam dalam dunia psikologi.
Untuk mewujudkan Psikologi Islam ini setidaknya ada empat tahap yang harus ditempuh:
Pertama, melakukan reskonstruksi sistematis terhadap Psikologi agar dapat melahirkan konsep yang mengintegrasikan ketauhidan dengan seluruh aspek kehidupan manusia yakni: sejarah, pengetahuan, metafisika, etika, tata sosial, ummah, keluarga, tata politik, tata ekonomi, tata dunia dan estetika. Proses islamisasi Psikologi ini tentu saja sama dengan proses islamisasi sains dan tehnologi lainnya. Dalam hal ini Ismail Raji al-Faruqi menetapkan lima prinsip pokok dan lima sasaran rencana islamisasi.[5]
Kedua, mensosialisasikan hasil-hasil rekonstruksi Psikologi Islam kemudian dikembangkan, diperkaya, dilipat gandakan dan yang tidak kalah pentingnya juga harus ditingkatkan dengan memperluas fungsinya sampai kepada dimensi masyarakat secara global.
Ketiga, mengoptimalkan fungsi lembaga-lembaga keilmuan Islam dalam usaha pencapaian pengembangan Psikologi Islam. Termasuk didalamnya mengembangkan budaya ilmiah.
Keempat, membentuk dan menyebarluaskan Psikologi Islam sebagai satu bentuk kebudayaan dan peradaban Islam. Ini merupakan titik akhir dari perjuangan umat Islam terhadap kebudayaan dan peradaban manusia. Tahap ini sangat penting, sebab kebudayaan dan peradaban yang sekarang ini terbangun dari gagasan-gagasan yang didasarkan pada asumsi, meredupkan aqidah.


















BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dalam perspektif islam psikologi adalah disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh umat Islam. Karena psikologi telah memperlihatkan berbagai sumbangannya dalam membantu manusia untuk memecahkan berbagai problema dan menyimak misteri hidup dan kehidupannya.
Yang menjadi pokok persoalan psikologi dalam padangan Islam adalah keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia, dan alam raya. Paradigma psikologi dalam perspektif Islam tidak dapat dipisahkan dari cara manusia mengkaji psikologi itu sendiri. Dari perspektif Islam, manusia dianugerahi tiga alat dalam mencari ilmu pengetahuan: panca indera, akal (‘aql, lub), dan hati (qalb, fu’ad).



















DAFTAR PUSTAKA

Shaleh, Abd. Rahman, 2003, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam, Jakarta : prenada media
Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000)
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali, 2001)
Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)


[1] Achmad Mubarok, Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Paramadina, 2000), h. 261.
[2] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Rajawali, 2001), h. xiv.
[3] Ali Mudhafir, Kamus Istilah Filsafat, (Yogyakarta: Liberty, 1992), h. 114 dikutip oleh Baharuddin, Paradigma Psikologi Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 341.
[4] Shaleh, Abd. Rahman, 2003, Psikologi suatu pengantar dalam perspektif islam, Jakarta : prenada media
[5] Isma’il Raji  al-Faaruqi, Tawhid: Its Implication for Thought and Life, terj. Rahmani Astuti, (Bandung: Pustaka, 1988).

No comments:

Post a Comment