ALIRAN
MURJI’AH
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
ILMU KALAM
Dosen Pembimbing
Abdullah Sattar, S.Ag. M.Fil.I
Disusun oleh
Fajrul Islam B01211039
JURUSAN
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS
DAKWAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semua
agama yang diturunkan Allah SWT ke muka bumi (agama wahyu), menempatkan tauhid
di tempat yang pertama dan utama, karena itu setiap rasul yang diutus Allah SWT
mengemban tugas untuk menanamkan, tauhid kedalam jiwa umatnya, mengajak mereka
supaya beriman kepada Allah, menyembah, mengabdi dan berbakti kepadanya,
melarang mereka menyekutukan Allah dalam bentuk apapun, baik zat, sifat, maupun
af’alnya.[1]
Misi
risalah semacam ini pulalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW, karena itu,
tema sentral setiap da’wah dan seruannya adalah tauhid, bahkan, pada awal masa
kerasulannya adalah tauhid, selama dimekah, beliau memfokuskan perhatian kepada
pembinaan tauhid ini sehingga semua aktifitas da’wahnya diarahkan ke masalah tauhid,
ayat-ayat Al-Qur’an yang turun pada periode mekkah pun berisi masalah-masalah
ketauhidan beliau dan baru pada masa madinah diarahkan kepada pembinaan hukum-hukum
Allah, itu tanpa meninggalkan, bahkan untuk memperkokoh tauhid.
Mendahulukan
dan mengutamakan aspek aqidah (tauhid) di dalam risalah Nabi Muhammad SAW
daripada aspek hukum, bukan saja karena tauhid merupakan dasar pokok ajaran
islam dan fondasi yang didirikan di atasnya. Bangunan-bangunan hukum /moral,
dan sebagainya, tetapi juga karena hukum-hukum Allah tersebut tidak akan bisa
diterima dan dilaksanakan dengan baik dan benar tanpa keimanan yang kuat dan
kokoh, penerimaanm penghayatan dan pengamalan terhadap hukum-hukum tuhan hanya
bisa terwujud dengan baik jika seseorang memiliki keimanan yang kuat.
Sebaliknya, hukum-hukum tuhan juga diperlukan untuk memantapkan ketauhidan
seseorang, makin baik seseorang melaksanakan hukum-hukum tersebut, makin kuat
bertambah imannya dengan demikian aqidah (tauhid) dan hukum (syari’at)
mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat dan tak terpisahkan.[2]
Pada
zaman rasul SAW, sampai masa pemerintahan usman bin affan (644,656M), problem
ketauhidan (teologis) di kalangan umat islam belum muncul problem ini baru
timbul di zaman pemerintahan Ali bin Abi thalib (656-661M) dengan munculnya
beberapa kelompok/aliran karena perbedaan pendapat dalam masalah tahkim antara
ali dengan muawiyah, bin abi sufyan , gubernur syam, pada waktu perang shiffin.
B. Perumusan Masalah
Dalam
makalah yang berjudul “Aliran Murji’ah” ini penulis mengemukakan rumusan
masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimana asal-usul kemunculan aliran murji’ah
2.
Apa pokok ajaran aliran murji’ah
3. Bagaimana sekte-sekte yang ada
di aliran murji’ah
C. Tujuan Penulisan
Setiap
penulisan pasti mempunyai tujuan, dan tujuan tersebut harus dicapai, adapun
tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui asal-usul
pokok ajaran Murji’ah
2. Untuk mengetahui pokok-pokok
ajaran aliran Murji’ah
3. Untuk mengetahui sekte yang
ada di aliran Murji’ah
BAB II
PEMBAHASAN
ALIRAN MURJI’AH
A. Asal-Usul Kemunculan Aliran
Murji’ah
Nama
Murji’ah diambil dari kata irja atau Arja’a, yang bermakna penundaan,
penangguhan dan pengharapan, kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan,
yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan
rahmat Allah, selain itu, Arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau
mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu
Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang
bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari
kiamat kelak.
Term
Murji’ah juga bisa memberikan pengertian “menangguhkan hukum perbuatan
seseorang sampai di hadapan Allah SWT. Golongan ini memang berpendapat bahwa
muslim yang berbuat dosa besar tidak dihukum kafir, tetapi tetap mukmin,
mengenai dosa besar yang dilakukannya di serahkan kepada keputusan Allah Nanti.
Allah bisa mengampuni dosa itu, bisa pula tidak, semuanya merupakan urusan
Allah SWT, dengan demikian muslim yang berdosa besar masih mempunyai harapan
mendapatkan ampunan Allah SWT. Ada
beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah.
Teori
Pertama : Mengatakan bahwa gagasan irja’ atau arja’ dikembangkan oleh
sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam.
Ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari
sektarianisme, Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis,
diperkirakan lahir bersaman dengan kemunculan syi’ah dan khawarij.
Teori
ke dua : Sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi
Thalib, Al-hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. dengan
menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama
yang melibatkan usman, ali dan zubayar (seorang tokoh pembelot ke mekah).
Teori
ketiga : menceritakan ketika terjadi perseteruan antara ali dan muawiyah
dalam perang shiffin, dilakukan tahkim/arbitase atas usulan. Amr bin Ash, kaki
tangan muawiyah, kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra
kelompok kontra yaitu golongan khawarij, menyatakan bahwa tahkim bertentangan
dengan Al-Qur’an karena tidak berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu mereka
berpendapat bahwa pelaku tahkim adalah dosa besar, pendapat ini ditentang oleh
sekelompok sahabat yang kemudian disebut golongan murji’ah yang menyatakan
bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin tidak kafir, sementara dosanya diserahkan
kepada Allah apakah dia akan mengampuninya atau tidak.
B. Pokok-Pokok Ajaran Murji’ah
Ajaran
pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau
arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan politik dan teologi, dibidang
politik doktrin irja di implementasikan sebagai sikap “dram”, sikap politik
netral atau non blok, adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan
ketika menanggapi persoalan yang mencakup iman, kufur dosa besar dan ringan,
tauhid tafsir Al-Qur’an, pengampunan
atas dosa besar, kemaksuman Nabi, hukuman atau dosa, ada yang kafir dikalangan
generasi awal islam, tobat, hakikat Al-qur’an, nama dan sifat Allah, serta
ketentuan tuhan.
Doktrin
teologi murji’ah menurut W. Mango Merry watt :
a. Penangguhan keputusan terhadap
ali dan muawiyah, hingga Allah Memutuskannya di akhirat kelak.
b.
Penangguhan Ali Untuk menduduki tangking ke empat dalam peringkat
Al-Khalifah Ar-Rasyidin.
c. Pemberian harapan (Giving Of
Hope), terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat dadri Allah.
d. Doktrin-doktrin Murji’ah
menyerupai pengajaran (Madzhab) para skeptis dan empiris dari kalangan helenis
Doktrin
teologi murji’ah, menurut Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya
yaitu:[3]
a. menunda hukuman atas Ali,
Muawiyah Amr bin Ash, dan abu musa Al-asy’ary yang terlibat tahkim dan
menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak
b. Menyerahkan keputusan Allah
atas orang muslim yang berdosa besar
c. Meletakkan (pentingnya) iman
dari pada amal
d. Memberikan pengharapan kepada
muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Abu
A’la Al-Mahmudi menyebutkan dua doktrin periode ajaran Murji’ah.
a.
Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasulnya saja, adapun amal atau
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman, berdasarkan hal
ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang
difardukan dan melakukan dosa besar.
b.
Dasar keselamatan adalah iman semata, selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas
seseorang, untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya menjalankan diri
dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
C. Sekte-sekte Murji’ah
Dalam
perkembangannya mazhab murji’ah yang Samman dan Dirar bin Umar mengalami
perbedaan pendapat dikalangan para pendukung Murji’ah sendiri.
Al
Syahrastani membagi kelompok-kelompok Murji’ah yaitu sebagai berikut :[4]
a. Murji’ah Khawarij
b.
Murji’ah Qadariyah
c. Murji’ah Jabari’ah
d.
Murji’ah Murni
e. Murji’ah sunni (tokohnya
adalah abu hanifah)
Sementara itu, Muhammad
Imarah menyebutkan 12 sekte murjiah :
- Al-Jahmiyah, pengikut John bin Shufwan
- Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahi
- Al-Yunushiyah, Pengikut Yunus As-Samary
- As-Samriyanh, Pengikut abu samr dan yunus
- Asy-Syaubaniyah, pengikut Abu Sufyan
- Al-Ghailaniyah, pengikut abu marwah Al-Ghailan bin marwan ad-Dimsaqy
- An Najariyah, Pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr
- Al-Hanifyah, pengikut Abu Harfah An-Nu’man
- Asy-Syabibiyah, pengikut muadz Ath, Thaum’i
Harun Nasution secara garis besar membagi
dalam 2 sekte yaitu :[5]
- Golongan moderat
- Golongan ekstrim
Murji’ah moderat
berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir’ tidak pula kekal di
dalam neraka, mereka di siksa sebesar dosanya, dan bila diampuni oleh Allah
sehingga tidak masuk neraka sama sekali. Iman adalah pengetahuan tentang tuhan
dan Rasul-rasulnya, serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan namun
dalam garis besar, iman dalam hal ini tidak bertambah dan berkutang, penggagas
pendirian ini adalah; Al Hasan bin Muhammad bin Abi Bin Thalib, abu hanifah,
abu yusuf dan beberapa ahli hadist.
Murji’ah ekstrim
diantaranya adalah kelompok-kelompok sebagai berikut :
a.
Jahmiyah, Kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan
bahwa orang yang percaya keada tuhan kemudian menyatakan kekufurannya, secara
lisan, tidaklah menjadi kafir karena iman dan kufur itu bertempat di dalam hati
bukan pada bagian lain dalam tubuh manusia.
b. Shalihiyah, Kelompok Abu Hasan
Ash-Shalihi, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui tuhan, sedangkan kufur
adalah tidak tahu tuhan salat bukan merupakan ibadah kepada Allah
c. Yang disebut ibadah adalah
iman kepadanya dalam arti mengetahui tuhan. Begitu pula zakat, puasa da haji
bukanlah ibadah melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan.
d. Yunusiyah dan Ubaidilah,
melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau perbuatan jahat tidaklah
merusak iman seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan jahat yang
dikerjakan tidaklah merugikan orang yang bersangkutan, dalam hal ini, muqotil
bin sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak
merusak iman seseorang sebagai musyrik (politerest).
e. Husaniyah, menyebutkan bahwa
jika seseorang mengatakan “saya tahu tuhan melarang makan babi tetapi saya
tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini”. Maka orang
tersebut tetap mukmin, bukan kafir begitu pula orang yang menyatakan, “saya
tahu tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah
di India
atau tempat lain”.
Pendapat-pendapat
ekstrim seperti diuraikan di atas menimbulkan pengertian bahwa, hanya imanlah
yang penting dan menentukan mukmin atau tidaknya mukminnya seseorang,
perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini, karena yang penting
ialah iman dalam hati, ucapan dan perbuatan tidak merusak iman.
Ajaran
serupa ini ada bahayanya karena dapat memperlemah ikatan moral yang akan
mengakibatkan adanya masyarakat bersifat permissive, masyarakat yang dapat
mentolelir penyimpangan dari norma akhlak yang berlaku, karena yang
dipentingkan hanyalah iman, norma akhlak kurang penting dan diabaikan, inilah
kelihatannya yang menjadi penyebab kurang baik dan kurang disenangi dari ajaran
aliran Murji’ah.
Tetapi
pendapat dari golongan Murji’ah moderat, sesuai dengan pendapat dari golongan
Asy’ariah atau golongan ahlu sunnah bahwa, iman ialah pengakuan dalam hati
tentang ke esaan Allah dan tentang kebenaran Rasul-rasulnya serta segala apa
yang mereka bawa mengucapkan dengan lisan dan mengerjakan rukun islam hanya
merupakan cabang iman. Pelaku dosa besar jika meninggal dunia tanpa taubat, ada
kemungkinan diampuni tetapi ada pula tidak akan diampuni, tetapi akan di siksa
dahulu di neraka.
Golongan
Murji’ah moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam
sejarah, tetapi ajaran mereka tentang iman, kufur dan dosa besar masuk ke dalam
aliran ahli sunah wal jama’ah, adapun golongan Murji’ah ekstrim juga telah
hilang tetapi dalam prakteknya, secara tak sadar banyak umat manusia mengikuti
aliran Murji’ah ekstrim.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
-
Aliran Murji’ah mempunyai pendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir
tetapi tetap mukmin dan keputusannya ditangguhkan sampai hari akhirat
- Seorang pendosa besar selama
masih ada iman akan tetap masuk surga dan kepatuhan atau ibadahlah yang akan
menentukan derajat seseorang dalam surga.
-
Golongan Murji’ah moderat maupun ekstrim sudah tidak ada lagi pada
dewasa ini sebagai golongan berdiri sendiri, tetapi sebagian ajarannya ada yang
masih dipergunakan oleh golongan yang lain seperti ahli sunah wal jama’ah.
B. Saran-saran
Penulisan
makalah ini tentulah banyak sekali kekurangannya, sehingga diharapkan adanya
saran dan kritik yang bersifat membangun baik dari dosen mata kuliah
aqidah/Ilmu kalam maupun dari rekan-rekan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
- Nasution Harun, DKK, Teologi
Islam, Aliran-alian Sejarah Analisis Perbandingan, U.I Pers Jakarta.
- Anwar Rosihan, Drs. Rosak
Abdul, Drs. M.Ag, Ilmu Kalam, Pustaka setia
-
Asmuni Yusran, H.M, Drs, Ilmu Tauhid, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
- Al Maududi Abdul ‘Ala”. Al Khalifah Wa
Al-Mulk, Terjema’ahan Muhammad Al-Baqir, Mizan Bandung, 1994.
[1] Asmuni Yusran, H.M, Drs, Ilmu Tauhid, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
[2] Anwar Rosihan, Drs. Rosak Abdul, Drs. M.Ag, Ilmu
Kalam, Pustaka setia
[3] Nasution Harun, DKK, Teologi Islam, Aliran-alian
Sejarah Analisis Perbandingan, U.I Pers Jakarta.
[4] Watt,
Early Islam hal (181)
[5] Nasution Harun, DKK, Teologi Islam, Aliran-alian
Sejarah Analisis Perbandingan, U.I Pers Jakarta.
No comments:
Post a Comment